Politik Dinasti Syara Tua
Politik Dinasti Syara Tua
"Kalo dulu politik dinastinya darah biru, kalo sekarang darah kotor" Rocky Gerung.
Sepakat juga apa yg dikatakan oleh RG, melihat kondisi politik dinasti (darah kotor) sekarang hanya mementingkan elit dan oligarki, politik dinasti yg mengobok-obok jalannya demokrasi.
Mari melihat ala-ala politik dinasti (darah biru) kesultanan Bima dahulu yg sangat demokratis melalui majelis Syara Tua, pertama politik dinasti kesultanan juga ada elitnya, kesultanan menyekolahkan elit untuk feedback kemajuan masyarakat.
Kedua, jika ada para elit atau anak-anak bangsawan yg melanggar hukum atau terkait perkelahian dan lainnya, maka ganti rugi pada korban akan diberikan sangat besar. Serta hukuman yg diterima tetap berjalan.
Ketiga, masyarakat bisa membentuk elit politik dalam majelis Syara Tua, untuk mengimbangi politik kaum bangsawan. Para politikus dari rakyat maupun bangsawan akan saling beradu argument didalam majelis tersebut.
Majelis Syara Tua diawasi oleh seorang Raja Sakuru atau Ruma Parenta yg bertugas menganalisa masukan dari para politikus dalam majelis Syara Tua untuk di sampaikan pada Majelis tertinggi yaitu Syara sara (hadat) dimana langsung diketuai oleh Sultan sendiri.
Atas dasar nilai-nilai inilah, kenapa kerajaan atau kesultanan Bima, berjalan dan berjaya pada masanya hingga berabad-abad lamanya.